Assalamu'alaikum Wr.Wb Selamat Datang di Blog Dunia Pendidikan Berbagi Wawasan Keilmuan, Keislaman Oleh : Sahrialsyah Sinar, M.Pd.I

Jumat, 24 Desember 2010

MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK

Tak dipungkiri, pasti kita semua ingin jadi lebih percaya diri dan merasa nyaman tentang diri sendiri, sehingga dapat menjalankan kehidupan terbaik kita. Namun sayangnya, menumbuhkan rasa percaya diri tidaklah semudah mengucapkannya. Berikut kami berikan beberapa panduan untuk meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuhkan harga diri:
1. Lakukan Sesuatu Yang Membutuhkan Keputusan Dan Tindakan
Anda mungkin telah lama berkeinginan menyambung hubungan dengan teman semasa kuliah, atau mungkin telah lama ingin membersihkan rumah dan menyotir barang-barang yang tak berguna ke gudang. Apapun itu, Anda akan merasa lebih percaya diri dengan merancang tujuan (walau hanya tujuan kecil) dan bertindak untuk mencapainya.
2. Nikmati Hal Yang Anda Kerjakan Dengan Bagus
Apa Anda memiliki hobby atau olah raga yang sangat Anda nikmati? Seperti berenang atau yoga, melukis atau menulis, hal yang menyita perhatian dan membuat Anda lupa waktu saat mengerjakannya. Lalu, ini membuat Anda merasa kompeten dan mampu melakukannya dengan baik. Melakukan hobby juga dapat jadi cara luar biasa untuk meningkatkan rasa percaya diri Anda.

Kamis, 16 Desember 2010

HUKUMAN YANG MENDIDIK DI SEKOLAH

Ada beberapa hukuman ‘tradisional’ yang dulu banyak dipraktekkan, seperti berdiri di depan kelas sambil mengangkat satu kaki atau memegang telinga, berlari keliling lapangan sekolah, menulis “saya tidak nakal lagi” 1000 kali, push up, dan sebagainya. Untunglah model-model hukuman yang menyiksa fisik tapi tak jelas manfaatnya itu sudah jarang dipraktekkan. Tapi bukan berarti hukuman model sekarang sudah baik semua.
    Beberapa bulan lalu saya menerima surat dari kepala sekolah tempat anak saya belajar (SMP). Isinya menyatakan bahwa siswa yang terlambat tiba di sekolah lebih dari lima menit akan dipulangkan (tidak boleh ikut pelajaran). Ini juga model hukuman yang tidak mendidik. Tujuan untuk menegakkan disiplin tentu saja dapat dimengerti, dan saya kira tidak ada yang tidak setuju. Tapi melarang anak belajar di sekolah hanya karena terlambat lebih dari lima menit rasanya sangat berlebihan.
    Aturan/hukuman yang senada dengan itu juga banyak diterapkan, bahkan di perguruan tinggi. Mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 20% dilarang ikut ujian.  Seperti saya ceritakan di postingan sebelumnya, ada juga dosen yang melarang mahasiwa masuk kalau terlambat lebih dari 15 menit (meskipun sang dosen sendiri juga tidak selalu tepat waktu).
Coba bandingkan dengan apa yang dilakukan oleh salah satu dosen saya waktu kuliah. Beliau juga ingin supaya mahasiswanya rajin kuliah. Jadi, pada tataran tujuan, sama lah.. Yang berbeda adalah hukuman atau sanksinya. Beliau membuat aturan, bahwa mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 80% harus membuat karya tulis (paper). Itu menurut saya salah satu bentuk hukuman yang mendidik. Asal tahu saja, saya dulu merupakan salah satu mahasiswa yang sangat menikmati aturan beliau secara ’sempurna’, karena saya memang tidak rajin kuliah dan saya juga senang menulis.
Apa yang dilakukan oleh dosen saya itu saya kira bisa diterapkan oleh siapa saja yang berprofesi sebagai pengajar. Daripada menyuruh pulang siswa, atau menulis kalimat ratusan kali yang tak jelas manfaatnya, mengapa tidak mempertimbangkan berbagai bentuk hukuman yang mendidik seperti membaca buku di perpustakaan yang meminta siswa meringkasnya, menyuruh siswa menulis puisi, minta siswa membuat kliping korang, mencari informasi dari internet, dsb. Jika kesalahan dilakukan secara kolektif oleh banyak siswa, membersihkan kelas juga termasuk hukuman mendidik, atau minimal tidak buruk.
    Hukuman yang baik juga tidak boleh ‘memperlakukan’ siswa yang membuat kesalahan. Ini prinsip yang mudah diucapkan, tetapi tidak mudah dipraktekkan, terutama karena sensitivitas anak berbeda-beda. Ada yang cepat merasa malu, ada yang tidak. Tapi guru yang baik sensitif terhadap perbedaan kepribadian siswanya, sehingga dapat menakar hukuman yang diberikan agar tidak mempermalukannya. Karena hukuman yang memperlakukan biasanya justru membangkitkan naluri ‘dendam’ dan berpotensi membuat siswa membuat kesalahan lain yang lebih besar.
    Tapi, apa pun kesalahan yang dibuat oleh siswa, opsi pertama yang diambil oleh guru/dosen sebaiknya adalah “tanpa hukuman”. Kalau tanpa hukuman siswa yang melakukan kesalahan bisa memperbaiki perilakunya, mengapa mesti dihukum? Dalam banyak kasus, siswa dapat menjadi lebih baik jika diajak bicara dari hati ke hati. Kalau di sekolah, itu mestinya menjadi tugas guru Bimbingan dan Konseling (BK).

   Yang pasti, jika memang harus ada hukuman, apa pun bentuk hukuman yang diberikan, hukuman itu tidak boleh menghilangkan hak anak/siswa untuk belajar..

HUKUMAN YANG MENDIDIK

Ketika anak berbuat nakal, hampir 90 persen orang tua mengaku pernah memberikan hukuman fisik pada si kecil. Padahal sudah banyak psikolog yang melarang orang tua menghukum anak secara fisik, karena dapat berlanjut ke kekerasan fisik.

Yang perlu para orang tua tahu, kekerasan fisik bisa menyebabkan kembangan emosi si kecil terganggu. Bahkan, tak jarang perilaku si kecil juga bisa makin 'liar'.   

Sebuah penelitian dari University of New Orleans, AS, menyimpulkan tiga hukuman untuk anak berikut ini adalah yang paling efektif dibandingkan dengan memukul, yaitu:
  1.  Mendiamkan atau memberikan mereka waktu sendiri untuk merenungi kesalahannya. Setelah itu, baru   ajak dia mengobrol menanyakan apa alasan si kecil berulah.
  2.  Memberikan anak tugas rumah tambahan.
  3. Tidak memperbolehkan si kecil melakukan aktivitas favoritnya untuk sementara. Misalnya, tak diizinkan bermain internet dan menonton teve selama seminggu.

Kekerasan memang bukan solusi terbaik. Sebab, meski orang tua hanya sesekali memukul anak, tetap saja dapat membuat anak cenderung mudah stres dan tidak percaya diri.
"Kuncinya adalah konsistensi. Memberikan hukuman fisik, bagi Anda mungkin cukup keras sehingga si kecil bisa menghentikan kenakalannya. Tapi, cara itu justru bisa menimbulkan masalah yang lebih besar. Lebih baik menggunakan tipe untuk mendisiplinkan anak dan fokus pada konsistensi," kata Dr. Paul Frick, salah satu pengajar dariUniversity of New Orleans, AS.

Pada penelitian ini, Dr. Frick dan tim peneliti mengamati dampak dari kekerasan fisik pada 98 anak. Dampaknya ternyata lebih banyak negatifnya. Pelajaran yang didapat anak justru, jika sedang marah pada seseorang, kita diperbolehkan untuk memukul.

"Kuncinya adalah memiliki beragam bentuk hukuman yang tergantung pada usia anak. Pada anak yang masih di bawah 5 tahun, lebih baik diberi hukuman dengan mendiamkannya. Sedangkan bagi anak yang berusia di atas lima tahun, akan lebih baik jika diberi hukuman tambahan tugas rumah dan tidak diizinkan melakukan aktivitas favorit si kecil untuk sementara. Tiga cara ini cukup efektif dan tanpa menyakiti anak-anak," ujar Frick yang hasil penelitian ini dimuat dalam 'Journal of Applied Developmental Psychology'.
• VIVAnews

Rabu, 15 Desember 2010

PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS IT

“Dalam era perkembangan sains dan teknologi, umat Islam harus memanfaatkan teknologi agar dapat menghadapi dan melakukan proses transformasi,” kata Maftuh di Semarang, Kamis [12/02] .
Pola pendidikan Islam zaman dahulu, lanjutnya, sangat anti dengan semua yang berbau Barat. “Jangankan persoalan teknologi, memakai celana panjang saja saat itu tidak diperbolehkan karena identik dengan penjajah (bangsa barat),” katanya.
Ia menjelaskan, pola pendidikan tersebut benar jika dilihat dalam konteks zaman dahulu. “Saya sangat memahami, karena bertujuan untuk membangkitkan semangat patriotisme dalam usaha mengusir penjajah dari tanah air,” jelas Maftuh.
Akan tetapi, kata Maftuh, pola pendidikan tersebut tidak sesuai lagi diterapkan saat ini. “Kita harus melakukan perubahan untuk menghadapi arus transformasi sosial budaya dengan cara yang kreatif,” katanya.
Perubahan tersebut, pertama, melakukan lompatan dari pola hidup lama. “Kita harus meninggalkan sikap malas, tidak disiplin, kurang percaya diri, dan sebagainya menuju sikap bekerja keras, disiplin, percaya diri, tangguh cerminan perilaku muslim yang ‘akhlak al karimah,” kata Maftuh.
Langkah kedua, lanjutnya, melakukan transformasi pendidikan dengan mengedepankan “amar ma’ruf nahi mungkar”, karena pendidikan Islam berasaskan nilai-nilai luhur Islam yang harus tetap dijaga.
Langkah terakhir, kata Maftuh, memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi, dengan “Information and Communication Technology” (ICT).
“Hanya saja, kita harus menyadari bahwa produk teknologi yang saat ini didomisasi oleh negara-negara Barat, tidak pernah bebas nilai karena kehadiran suatu produk teknologi seringkali ikut mengubah cara berpikir, pandangan hidup, norma, budaya, dan sistem nilai masyarakat,” katanya.
Ia mengatakan, pemanfaatan ICT dalam pendidikan Islam juga harus memperhatikan kemungkinan terjadinya hal tersebut. “ICT hanyalah piranti dan alat, bukan tujuan, tapi pelaku pendidikan yang menjadi penentu utama keberhasilan,” kata Maftuh. ( ant )

ORIENTASI BARU DALAM KEBIJAKAN DIKNAS


  1. Berbasis kompetensi dalam arti bertujuan menbentuk kompetensi
  2. SPN sebagai kreteria minimal yang harus dicapai oleh berbagai kompenen sistem pendidikan
  3. Kurikulum mengacu pada SPN dan menyesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan &kepentingan perserta dididk dan lingkungannya.
  4. Perhatian yang proporsioanal terhadap pembentukan kompetensi intelaktual, moralitas dan keterampilan



Jumat, 10 Desember 2010

ILMU PADI

Ilmu padi bukanlah ilmu dalam arti sebenarnya, tetapi merupakan suatu pandangan filosofi hidup pada masyarakat Asia Tenggara (Melayu), yang diilhami dari perkembangan bulir padi sejak berbunga hingga bernas bulirnya. Ungkapan lengkapnya berbunyi
"Bagaikan padi, semakin masak semakin merunduk."
Makna dari ungkapan ini adalah manusia tidak layak untuk bersikap angkuh atau sombong karena usia atau kemampuan yang dimilikinya. Masyarakat akan memandang baik seseorang apabila semakin tinggi usia, atau semakin tinggi kemampuannya, ia semakin merendahkan hatinya.

NAMIRA GREEN SCHOOL

Green School", Sekolah Peduli Lingkungan
SECARA arti kata green school adalah sekolah hijau. Namun dalam makna luas, diartikan sebagai sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk mengintemali-sasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah. Karenanya, tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan (Sugeng Paryadi, 2O08).
Melihat kondisi lingkungan sekitar saat ini, konsep sekolah hijau sangat penting untuk diimplementasikan secara lebih luas. Berbagai bencana alam yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, dan sebagainya, sebagian besar diakibatkan oleh perbuatan manusia yang merusak ekosistem lingkungan. Selain berserah diri pada-Nya, tentu saja perlu dilakukan upaya penyadaran agar manusia makin ramah pada lingkungan.
Di sinilah, konsep sekolah hijau dalam menumbuhkan sikap peduli lingkungan melalui proses pembelajaran dan pembiasaan menjadi penting dan strategis. Di sekolah, proses pembelajaran mengarah pada upaya pembentukan perilaku siswa yang peduli lingkungan melalui model pembelajaran yang aplikatif dan menyentuh kehidupan sehari-hari. Sementara itu, lingkungan sekolah dijadikan wahana pembiasaan perilaku peduli lingkungan sehari-hari. Dengan demikian, kedua aspek tadi, menuju pada satu tujuan yaitu internalisasi atau pembiasaan perilaku peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
Mengutip pendapat Sugeng Paryadi, penyusunan program sekolah hijau ini dilakukan secara holistik dengan mengaitkan seluruh program yang ada di sekolah serta mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat.
Potensi internal sekolah seperti ketersediaan lahan, sumber daya air, energi,
bentang alam, tradisi masyarakat sekitar, dan ekosistemnya merupakan objek pengembangan dalam konsep sekolah hijau. Sementara dalam pandangan LSM Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), program sekolah hijau ha-rus mengembangkan (a) kurikulum berbasis lingkungan; (b) pendidikan berbasis komunitas; (c) peningkatan kualitas lingkungan sekolah dan sekitarnya; (d) sistem pendukung yang ramah lingkungan; dan (e) manajemen sekolah berwawasan lingkungan.
Implementasi sekolah hijau dilakukan dalam tiga langkah strategis yaitu pertama, bidang kurikuler, pembelajaran lingkungan hidup dilakukan secara terintegrasi dengan mata pelajaran yang ada. Guru harus pandai mengemas pembelajaran dengan pemahaman dan pengalaman belajar yang aplikatif. Kedua, bidang ekstrakurikuler yaitu mengarah pada pembentukan kepedulian siswa terhadap pelestarian lingkung-
an melalui kegiatan penyuluhan lingkungan dan lomba karya lingkungan.
Ketiga, bidang pengelolaan lingkungan sekolah yaitu melalui (a) pemanfaatan dan penataan lahan sekolah menjadi laboratorium alam seperti menjadi kebun dan tanaman obat-obatan, ajakan hemat energi dan air, daur ulang sampah melalui proses reduce, reuse, dan recycle, serta (b) pengelolaan lingkungan sosial dalam bentuk pembiasaan perilaku-perila-ku nyata yang positif di antaranya kedisiplinan, kerja sama, kepedulian, kejujuran, dan menghargai kearifan lokaL
Lingkungan sekolah adalah lingkungan kehidupan sehari-hari siswa. Jika lingkungan sekolah dapat ditata dan dikelola dengan baik, maka akan menjadi wahana efektif pembentukan perilaku peduli lingkungan.  
"Tujuan Green School ini, untuk mengubah lingkungan sekolah menjadi
hijau, bersih dan sehat.”
Pengelolaan seutuhnya dilakukan para siswa dengan media pot maupun
langsung pada lahan tanah, dengan pupuk yang diswakelola melalui proses
daur ulang sampah.
Melalui program "Green School" ini, menurut saya, para siswa akan
mendapatkan ilmu berlipat ganda, selain pendidikan umum secara formal, juga
akan mendapatkan pengetahuan extra kurikuler khususnya dibidang pertanian,
yang tentunya akan sangat bermanfaat untuk masa depannya.

ISU PENDIDIKAN AGAMA DI PENDIDIKAN UMUM


Isu-Isu Pendidikan Agama Di Sekolah Umum
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada awal perkjembangan sains moderen (sekitar abad 16/ 17 M) pernah terjadi perpecahan antra kaum agamawi dan ilmuan, yang ditandai dengan sikap kekerasan kaum agamawi eropa (penganut geosentis) kepada penganut heliosentris, seperti Bruno, Kepler, Galileo dan lain-lain.
Dalam keyakinan beragama, (sebagai hasil pendidikan agama) diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek dan sebaliknya, pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama. Beberapa kelemahan dari pendidikan agama islam disekolah, baik dalam pemahaman materi pendidikan agama islam maupun dalam pelaksanaannya, yaitu:
6. Dalam bidang teologi, ada kecendrungan mengarah pada paham patalistik
7. Bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan belum dipahami sebagian keseluruhan peribadi manusia beragama
8. Dalam ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan keperibadian
9. Dalam bidang hukum cendrung dipelajari sebagai tata turan yang tidak akan berubah sepanjang masa dan kurang memahami dinamikan dan jiwa hukum islam.
10. Agama islam cendrung diajarkan dogma dan kurang mengembangkan raionalitas secara kecintaan ada kemajuan pengetahuan.

Kamis, 02 Desember 2010

PENDIDIKAN SENTRAL

Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah (Mulyasa, 2005). Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan karena manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar dan proses pembelajaran. Sekolah efektif dalam perspektif manajemen, manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Darling-Hammond,L (1992) menyatakan dimensi sekolah efektif meliputi : 1) layanan belajar bagi siswa, 2) pengelolaan dan layanan siswa, 3) sarana dan pra sarana sekolah, 4) program dan pembiayaan, 5) partisipasi masyarakat, dan 6) budaya sekolah. Sekolah yang efektif berada dalam lapangan manajemen sekolah yang ciri/karakteristiknya menurut Edmonds (dalam Syafaruddin, 2002) meliputi (a) Kepala sekolah dan guru-guru memiliki komitmen dan perhatian yang tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran, (b) Guru-guru memiliki harapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi siswa, (c) Iklim sekolah yang tidak kaku, sejuk tanpa tekanan dan kondusif dalam seluruh proses pengajaran, (d) Sekolah mempunyai pemahaman yang luas tentang fokus pengajaran dan mengusahakan keefektifan sekolah dengan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan secara maksimal, (e) Sekolah efektif dapat menjamin kemajuan siswa yang dimonitor secara periodik. Sejalan dengan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kepala sekolah yang memiliki kemampuan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen meliputi sebagai berikut: Dalam perencanaan meliputi (1) Kepala sekolah dapat menetapkan program-program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan sekolah, (3) Kepala sekolah dapat menyusun program kerja sekolah, dan (4) Kepala sekolah dapat merumuskan langkah-langkah pelaksanaan program. Dalam pengorganisasian meliputi (1) Kepala sekolah dapat menempatkan guru sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam KBM, (2) Kepala sekolah dapat mengatur penggunaan sarana dan prasarana yang ada sesuai dengan kebutuhan siswa, guru dan personel lain sehingga terjalin kerjasama yang baik, (3) Kepala sekolah dapat memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh guru dan personel sekolah lainnya, (4) Kepala sekolah dapat mengatur kerjasama dengan pihak atau instansi lain untuk menyukseskan program-program sekolah.
Dalam penggerakan meliputi (1) Kepala sekolah dapat memotivasi guru sehingga guru merasa mampu dan yakin untuk melaksanakan program- program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat memimpin dan mengarahkan guru-guru dengan baik, (3) Kepala sekolah dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan profesionalisme sesuai dengan bidangnya, (4) Kepala sekolah dapat mendorong guru bekerja dengan tujuan untuk pencapaian prestasi. Dalam pengendalian meliputi (1) Kepala sekolah dapat mengevaluasi pelaksanaan program-program sekolah seperti yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan, (2) Kepala sekolah dapat mengevaluasi kinerja guru dan personel sekolah lainnya, (3) Kepala sekolah dapat memberikan penguatan terhadap keberhasilan yang telah dicapai oleh guru, (4) Kepala sekolah dapat memperbaiki kesalahan/kelemahan yang telah dibuat oleh guru dan personel lainnya.
Kemajuan suatu sekolah tidak terlepas dari kompetensi manajerial yang dimainkan dan dimiliki oleh kepala sekolah. Semegah apapun dan secanggih apapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah kalau tidak dimanage dan ditangani oleh kepala sekolah beserta dengan aparat birokrasi sekolah yang bersangkutan, maka itu akan sia-sia.
Oleh sebab itu, kemajuan dan perkembangan suatu sekolah sangat ditentukan atensi dan kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah, sehingga kiprah kepala sekolah di dalam menjalankan visi,misi dan strategi sekolah dapat terwujud. Urgensinya dari persoalannya bahwa: Pertama, kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan pembaharuan, oleh sebab itu kepala sekolah adalah inovator. Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme dan kepercayaan orang tua menyekolahkan putera-puterinya pada sekolah tertentu tidak lain berupa fenomena menggantungkan cita-citanya pada semua komponen persekolahan seperti guru, karyawan dan kepala sekolah. Karena orang tua masih banyak memiliki pandangan bahwa suatu sekolah yang sudah menjadi primadona dan fanatismenya disebabkan oleh popularitas suatu sekolah yang
didukung oleh sarana dan prasarana memadai, komponen birokrasi dan administrasi sekolah yang terbuka, harmonisasi dan interaksi antar semua komponen persekolah saling mendukung dan terbentuk suasana kondunsif, di manapun lokasi sekolah yang bersangkutan akan tetap dikejar. Apalagi masih melekat dari para orang tua yang sudah tertanam didirinya, bahwa bila anak pertamanya dididik di sekolah tertentu, maka untuk anak-anak berikutnya tetap menginginkan sekolah yang bersangkutan. Hal ini tentunya atas pertimbangan yang sudah disebutkan di atas. Siswa dapat belajar dan membelajarkan dirinya hanya karena fasilitasi kepala sekolah, oleh sebab itu seorang kepala sekolah mestilah seorang fasilitator. Seonggokan aturan dan kurikulum yang selanjutnya direalisasiakan oleh para pendidik sudah pasti atas koordinasi dan otokrasi dari kepala sekolah. Singkatnya, kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan.
Kedua, sekolah sebagai suatu komunitas pendidikan membutuhkan seorang figur pemimpin yang dapat mendayagunakan semua potensi yang ada dalam sekolah untuk suatu visi dan misi sekolah. Pada level ini, kepala sekolah sering dianggap satu atau identik, bahkan secara begitu saja dikatakan bahwa wajah sekolah ada pada kepala sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah bukan hanya seorang akumulator yang mengumpulkan aneka ragam potensi penata usaha, guru, karyawan dan peserta didik; melainkan konseptor managerial yang bertanggungjawab pada kontribusi masing-masingnya demi efektivitas dan efiseiensi kelangsungan pendidikan. Akhirnya, kepala sekolah berperanan sebagai manager yang mengelola sekolah. Sayang sekali kalau kedua peran itu yakni sebagai tokoh sentral dan manajer dalam sekolah diharubirukan oleh ketakmampuan mengatasi aneka krisis yang ada dalam sekolah. Ketiga, mestilah memahami akan fungsi apa yang disebut dengan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau dikenal dengan istilah Total Quality Management (TQM) Salah satu pola manajemen yang berisi seperangkat prosedur yang digunakan oleh setiap orang/institusi untuk memperbaiki kinerja pembelajaran secara terus menerus. Karena manfaat dari MMT ini antara lain adalah untuk meningkatkan kinerja proses pembelajaran melalui peningkatan produktivitas, efektivitas dan efisiensi. Konsep ini harus dipahami oleh semua unsur birokrasi sekolah, mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, guru BP, petugas laboratorium, pustaka, karyawan, penjaga sekolah, siswa, orang tua dan komite sekolah. Masing-masing bersinergi dan saling menunjukan kinerja, dan masing-masing saling bertanggungjawab dengan tugas dan fungsi yang melekat pada dirinya. Akan terasa pincang jalannya suatu organisasi sekolah, bilama masing-masing komponen tidak saling mendukung, dan lebih celakanya masing-masing komponen melempar tanggungjawab, dan seolah-olah tugas dan fungsi yang melekat pada dirinya bisa dikerjakan oleh orang lain. Oleh sebab itulah, kompetensi seorang kepala sekolah di dalam menjalankan roda organisasi sekolah mesti ada. Kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah di samping yang disebutkan di atas, diantaranya adalah konseptor, negosiator, administrator, motivator. Disamping itu seorang kepala sekolah juga memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional, dan ini terkait erat dengan program sertifikasi bagi kepala sekolah. Suatu hal yang harus melekat erat pada seorang kepala sekolah adalah memiliki visioner, punya pandangan dan wawasan, intelektual, dan bertanggungjawab.