Assalamu'alaikum Wr.Wb Selamat Datang di Blog Dunia Pendidikan Berbagi Wawasan Keilmuan, Keislaman Oleh : Sahrialsyah Sinar, M.Pd.I

Jumat, 16 Mei 2014

5 METODE PENDIDIKAN ISLAMI


5 METODE PENDIDIKAN ISLAMI
Oleh : Sahrialsyah Sinar
Metode Pendidikan secara umum digunakan baik dirumah, dan disekolah, Madrasah, Pesantren, maupun di masyarakat , perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan Metode pendidikan di sini bukanlah hanya metode yang biasa dikenal didunia pendidikan pada umumnya, seperti metode ceramah, Tanya jawab, problem solving, dan sebagainya, namun lebih luas dari itu. Baiklah Penulis akan paparkan Metode Pendidikan Islami itu secara garis besar terdiri dari Lima yaitu:
1.      Metode Keteladanan ( Uswah Hasanah).
Metode ini merupakan  metode yang paling unggul dan paling jitu dibandingkan metode-metode lainnya. Melalui metode ini para orangtua, pendidik atau da’I member contoh atau teladan terhadap anak/peserta didiknya bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah dan sebagainya.

Melalui metode ini maka anak/peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan menyakini cara yang sebenarnya sehingga mereka dapat melaksanakannya dengan lebih baik dan lebih mudah. Metode keteladanan ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. Ibda’ Binnafsi .yang Artinya “Mulailah dari diri sendiri”.
Maksud hadis ini adalah dalam hal kebaikan dan kebenaran apabila kita menghendaki orang lain juga mengerjakanya, maka mulailah dari diri kita sendiri untuk mengejakannya.
2.      Metode Pembiasaan.
Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak/peserta didik diperlukan pembiasaan. Misalnya agar anak/peserta didik dapat melaksanakan Sholat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan sholat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu. Itulah sebabnya kita perlu mendidik mereka sejak dini/kecil agar mereka terbiasa dan tidak merasa berat untuk melaksanakannya ketika mereka sudah dewasa.
Sehubungan itu tepatlah pesan Rasulullah kepada kita agar melatih atau membiasakan anak untuk melaksanakan Sholat ketika mereka berusia tujuh tahun dan memukulnya ( tanpa cedera/ bekas) ketika berumur sepuluh tahun atau lebih apabila mereka tidak mengerjakannya. Dalam pelaksanaan metode ini diperlukan pengertian, kesabaran, dan ketelatenan orangtua, pendidik dan Da’I terhadap anak/peserta didiknya.
3.      Metode Nasihat.
Metode inilah yang paling sering digunakan oleh para orangtua, pendidik, dan da’I terhadap anak/peserta didik dalam proses pendidikannya. Member nasihat sebenarnya merupakan kewajiban kita selaku muslim seperti tertera dalam QS. Al-Ashr ayat 3, yaitu agar kita senantiasa member nasihat dalam hal kebenaran dan kesabaran. Rasulullah bersabda : “Ad-Diinul Nashiah” Yang artinya “Agama Itu adalah Nasihat”.
Maksudnya adalah agama itu berupa nasihat dari Allah bagi umat manusia melalui para Nabi dan Rasul-Nya agar manusia hidup bahagia, selamat dan sejahtera di dunia dan di akhirat. Selain itu menyampaikan ajaran agamapun bias dilakukan melalui nasihat.
Agar nasihat ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:
a.       Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami.
b.      Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang  dinasihati atau orang di sekitarnya.
c.       Sesuaikan perkataan kita dengan umur sifat dan tingkat kemampuan/kedudukan anak atau orang yang kita nasihati.
d.      Perhatikan saat yang tepat kita berikan nasihat. Usahakan jangan menasihati ketika kita atau yang dinasihati sedang marah.
e.       Perhatikan keadaan sekitar ketika member nasihat. Usahakan jangan di hadapan orang lain atau apalagi dihadapan orang banyak kecuali ketika member ceramah/tausiyah.
f.       Beri penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu memberi nasihat.
g.       Agar menyentuh perasaan dan hati nuraninya, sertakan ayat-ayat Al-Qur’an , hadits Rasulullah atau kisah para Nabi/ Rasul, para sahabatnya atau orang-orang shalih.
4.      Matode Memberi Perhatian
Metode ini biasanya berupa pujian dan penghargaan. Betapa jarang orang tua, pendidik, atau Da’i memuji atau menghargai anak/ peserta didiknya. Menurut hasil penelitian 95 % anak-anak dibesarkan dengan caci maki. Apakah kita termasuk sebagai pelaku diantaranya? Naudzubillah, semoga saja tidak.
Sebenarnya tidaklah sukar memuji atau menghargai anak/orang lain. Ada Pribahasa mengatakan “Ucapan atau perkataan itu tidak dibeli” hanya ada keengganan atau gengsi menyelinap kedalam hati kita. Mungkin itulah penyebabnya.
Rasullulah sering memuji istrinya, putra-putranya, keluarganya, atau para sahabatnya, misalnya Rasulullah memuji istrinya siti Aisyah dengan panggilan “Ya Khumaira” artinya wahai yang kemerah-merahan, karena pipi siti Aisyah berwarna kemerah-merahan, atau menggelari Abu Bakar sahabatnya sebagai As-Shidiq ( yang membenarkan) dan masih banyak lagi. Pujian dan penghargaan dapat berfugsi efektif apabila dilakukan pada saat dan cara yang tepat, serta tidak berlebihan.
5.      Metode Hukuman.
Metode ini sebenarnya berhubungan dengan pujian dan penghargaan.dengan pujian dan penghargaan. Imbalan atau tanggapan terhadap orang lain itu terdiri dari dua, yaitu penghargaan (reward/targhib) dan hukuman (punishment/tarhib) Hukuman dapat diambil sebagai metode pendidikan apabila terpaksa atau tidak ada alternative lain yang bias diambil.
Agama Islam memberi arahan dalam member hukuman terhadap anak/peserta didik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Jangan menghukum ketika marah, karena pemberian hukuman ketika marah akan bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah.
b.      Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hokum.
c.       Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang bersangkutan, misalnya dengan menghina, atau caci maki di depan orang lain.
d.      Jangan menyakiti secara fisik, misalnya menampar mukanya, atau menarik kerah bajunya, dan sebagainya.
e.       Hukuman bertujuan mengubah perilakunya yang kurang/tidak baik kita menghukum karena anak/peserta didik berprilaku tidak baik.
Karena yang perlu kita benci adalah perilakunya, bukan orangnya. Apabila anak yang kita hokum telah memperbaiki prilakunya maka tidak ada alas an kita untuk tetap membencinya.semoga kita bias memilih metode pendidikan yang tepat  untuk digunakan, dan itu tegantung pada situasi dan kondisinya.
(Penulis adalah Guru PAI SD Namira, & Mahasiswa  S2 Pascasarjana IAIN-SU Medan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar