Assalamu'alaikum Wr.Wb Selamat Datang di Blog Dunia Pendidikan Berbagi Wawasan Keilmuan, Keislaman Oleh : Sahrialsyah Sinar, M.Pd.I

Selasa, 25 November 2014

KEMBALI KEPADA FITRAH
Oleh : Sahrialsyah sinar
Lahirnya seorang manusis adalah bukti kekuasaan Allah SWT yang telah menciptakan makhluknya dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman.

            “Yang artinya : Sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” ( QS.At-Tiin : 4).
            Selain bentuk yang baik, Allah SWT juga melengkapi setiap manusia dengan fitrahnya, yaitu suatu keadaan suci dan bersih. Masing-masing manusia pada awal proses penciptaannya telah bersaksi kepada Allah SWT sebagai Rabbnya, artinya setiap manusia telah dibekali potensi keimanan Oleh Allah SWT atau secara fitrah sesungguhnya setiap manusia telah member kesaksian bahwa Allah adalah Rabb atau Tuhan yang telah menciptkannya serta menata dan mengatur seluruh aktivitas di jagat raya ini. Allah SWT berfirman.

            “ Yang artinya : Dan Ingatlah Ketika tuhanmu mengeluarkan dari Sulbi (tulang belulang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah  mengambil kesaksian terhadap roh mereka seraya berfirman bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab, betul ( engkau Tuhan kami), kami bersaksi.( kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lenggah terhadap ini.”(QS. Al- A’raaf: 172).
            Ayat tersebut menegaskan bahwa setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah dan memiliki hubungan yang dekat kepada Allah SWT. Namun masalahnya, setelah manusia dilahirkan terjadilah perubahan, pergeseran, dan penyimpangan fitrah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh yang dating dari luar dirinya, khususnya yang paling dekat hubungannya, yaitu orang tua. Orang tuanyalah yang pertama kali sangat berpengaruh kepada fitrah anak-anaknya. Seberapa jauh Iman dan aqidah tertanam pada jiwa seorang anak tergantung kepada kedua orang tuanya. Seberapa jauh kualitas keislaman dan kesadaran menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti Akhlak pergaulannya, berpakaiannya, dan segala bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Semua ini sekali lagi  tergantung kepada kedua orang tuanya.


Rasulullah saw, bersabda. Yang Artinya : Tidaklah setiap anak selain dilahirkan dalam keadaan fitrah ( suci) maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi dan menjadikan Nasrani ( HR.Muslim).
            Secara harfiah fa abawaahu diartikan kedua orang tua, namun secara luas dapat diartikan juga dengan lingkungan sekitar, seperti lingkungan sekitar, seperti lingkungan pendidikan, pekerjaan dan sosial kemasyarakatan yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi Yahudi atau Nasrani “ An yuhawwidaanihi aw yusashiraanihi” bisa diartikan ke dalam dua hal:
Pertama : benar- benar menjadi orang Yahudi atau Nasrani. Dalam artian murtad atau pindah agama. Walaupun pindah agama yahudi adalah sesuatu yang tidak mungkin karena agama Yahudi adalah agama ras. Orang yang bukan berasal dari rasnya tidak mudah begitu saja masuk ke agamanya karena agama Yahudi bukan agama misi yang disebarkan kepada umat manusia sehingga dikalangan yahudi tidak dikenal istilah misionaris. Sebaliknya kalau menjadi Nasrani sangat mungkin kerena agama Nasrani adalah agama misi sehingga dikalangan mereka dikenal sebutan misionaris dan program kristenisasi, khususnya di daearah- daerah terpencil.
Kedua : Pengertiannya bukan pindah ke agama yahudi atau nasrani, tetapi dalam beberapa hal perangai dan perilakunya cenderung meniru dan mengikuti mereka. Baik dalam hal berpakaian maupun pergaulan. Pakaian mereka yang tidak menutup aurat dan pergaulan mereka yang tidak lagi mengindahkan ikatan muhrimnya sangat nyata di zaman sekarang ini. Banyak umat Islam yang sudah mulai rusak fitrahnya. Pengertian yang kedua inilah yang tampaknya banyak melanda umat islam dewasa ini jadi pengertian menyahudikan dan menaasranikan lebih relevan dengan pengertian yang kedua ini. Memang tidak sampai murtad dari agama. Tapi menolak sebagian ajaran agamanya. Dalam artian fitrahnya tidak rusak secara total, namun tercemar sebagianya dengan nilai-nilai dan ajaran Yahudi dan Nasrani.
Sehubungan dengan itu hendaknya kita umat Islam selalu  menjaga dan memelihara fitrah anak-anak kita. Diantara tujuan berpuasa sebulan penuh adalah mengembalikan fitrah kita yang mungkin terkontaminasi oleh nilai-nilai diluar Islam. Inilah makna Idul Fitri yang sesungguhnya, yaitu kembali kepada fitrah Islamiyah,Ghirah Islam, dan semangat menjalankan nilai-nilai dan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Jadi Idul fitri atau lebaran bukanlah sekedar ditandai dengan pakaian dan busana yang baru. Semestinya Idul fitri atau lebaran ditandai dengan bertambahnya semangat ketaatan kepada Allah SWT.

Mudah mudahan kita semua tergolong orang yang benar-benar merayakan hari raya Idul Fitri sesuai dengan makna dan pengertian yang sebenarnya, yaitu kembali kepada fitrah, kesucian jiwa, kebersihan hati, dan kejernihan aqidah, Amin ya Rabbal ‘Aalamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar